Kondisi Peternakan Sapi di Indonesia sangat Memprihatinkan

Kondisi Peternakan Sapi di Indonesia sangat Memprihatinkan-Jika ada yang bilang swasembada daging bisa dicapai dua, tiga, atau lima tahun ke depan, menurut saya itu tidak mungkin. Itu hanya jawaban politis," kata Prof Muladno di Bogor, Jawa Barat, Senin.

Kondisi Peternakan Sapi di Indonesia sangat Memprihatinkan

Guru besar Fakultas Peternakan IPB, Prof Dr Muladno, mengatakan, sesungguhnya butuh waktu sedikirnya 20 tahun untuk mewujudkan swasembada daging. Ia mengatakan kondisi peternakan sapi di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan, tiap peternak hanya memiliki dua sampai tiga sapi dengan berbagai keterbatasan seperti akses lemah, pengetahuan teknologi lemah, dan masih menggunakan cara tradisional.

"Total populasi sapi nasional yang ada hanya 16 juta sapi, termasuk di dalamnya sapi impor dan betina," katanya. Dari 6,5 juta pemilik sapi di Indonesia, mayoritas adalah lulusan SD hingga SMP dan masih menjadikan peternakan sebagai usaha sambilan, belum berpikir ke arah binis. "Peternak belum berpikir untung, tetapi hanya berpikir ada uang ketika dibutuhkan dengan cara menjual sapinya. Yang pasti, mereka sedang membutuhkan dan terpaksa senang beternak karena hanya itu yang bisa dilakukan," katanya.

Selain itu, sulitnya swasembada daging tercapai juga karena kualitas ternak lokal Indonesia masih sangat rendah dan tidak ada sistem yang benar-benar mengatur serta melindungi keberadaan sapi betina. Pencetus Sekolah Peternakan Rakyat (SPR) 1111 itu mengatakan, swasembada daging dapat terwujud apabila pemerintah mampu memperbaiki kondisi peternakan di Indonesia, meningkatkan kualitas, dan menambah populasi sapi. Ia menawarkan salah satu sistem pengelolaan peternakan melalui Kemitraan Mulya 52. Kemitraan ini, lanjut dia, hanya bisa dilakukan di dalam sistem SPR 1111, yang memberikan harapan Indonesia akan swasembada daging dalam waktu 20 hingga 30 tahun ke depan.

"Kemitraan Mulya 52 adalah berinvestasi selama 52 bulan untuk memperoleh lima keuntungan dan dua kemuliaan," katanya. Keuntungan yang dimaksudkan adalah memperoleh bagi hasil sebesar 20 hingga 40 persen per tahun, menalangi kebutuhan hidup peternak setiap bulan selama 52 bulan, mencegah ternak betina produktif atau indukan dijual, berpartisipasi menambah populasi ternak indukan dan melakukan bisnis sambil beramal. Sedangkan dua kemuliaan yang diperoleh yakni mencerdaskan dan meningkatkan profesionalisme peternak berskala kecil serta memberdayakan peternak untuk mandiri dan berdaulat. Dijelaskannya, skema Kemitraan Mulya 52 melibatkan tiga pihak yakni pemerintah, pemodal, dan peternak. Setiap pihak memiliki tugas masing-masing seperti pemerintah bertugas menyediakan sapi indukan, pemberian vaksin, penyuluhan dan pengecekan kesehatan ternak. Tugas pemodal menyediakan dana bulanan bagi peternak sebesar Rp600.000 per bulan selama 52 bulan atau empat tahun yang dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.

"Peternak bertugas memelihara sapi indukan dari pemerintah. Skema ini juga melibatkan pihak asuransi untuk memberikan jaminan kepada peternak dan pemodal bahwa pemeliharan sapi tetap berjalan," katanya. Dikatakannya, kesepakatan antara pemodal dan peternak mulai terjalin jika sudah dipastikan sapi indukan dari pemerintah dalam keadaan bunting. Sedangkan yang akan diperjualbelikan adalah anak sapi --dari sapi yang bunting tadi-- yang sudah berumur 1,5 tahun. Harapannya Majukan Peternakan Indonesia Bersama Ilmuhewan.com selama 52 bulan tersebut akan lahir empat sapi dari satu induk. "Di bawah pengelolaan SPR, peternak dan pemodal bisa saling memantau dan data populasi akan lebih akurat," katanya. Selain itu, lanjut dia, ternak sapi yang dihasilkan lewat Kemitraan Mulya 52 ini akan lebih berkualitas karena dipantau langsung oleh pemerintah dan akademisi yang dianggap memiliki ilmu dan teknologi yang mumpuni.

Kemitraan Mulya 52 juga memberikan keuntungan bagi ketiga pihak tersebut. Melalui skema tersebut kinerja pemerintah untuk menyukseskan swasembada daging bisa terukur, terarah, dan terjadi peningkatan populasi. Dengan hitungan skema dua ekor indukan selama 52 bulan, pemodal hanya mengeluarkan total dana Rp30 juta, dengan keuntungan yang didapat adalah Rp6 juta per tahun atau setara tiga kali bunga deposito. "Bagi peternak keuntungan mendapatkan dana bulanan kurang lebih Rp400.000 per bulan untuk peternak dan Rp200.000 per bulan untuk ternaknya. Kondisi ini tentu membuat peternak tidak perlu lagi menjual ternaknya untuk menutupi kebutuhan sehari-hari," katanya.

Tidak hanya itu, Majukan Peternakan Indonesia Bersama Ilmuhewan.com peternak juga mendapatkan bonus bagi hasil sebesar 1,5 kali keuntungan setiap penjualan sapi. Jika ditotal, peternak akan mendapat keuntungan Rp9 juta per tahun. "Peternak dan pemodal dapat bermitra kembali jika kontrak selama 52 bulan sudah selesai. Sedangkan dua ekor sapi indukan tetap menjadi milik pemerintah selamanya," katanya.

Prof Moladno optimistis jika skema Kemitraan Mulya 52 diterapkan secara nasional maka populasi sapi akan terus berkembang karena ada penambahan delapan ekor sapi per 52 bulan. "Peternak dan pemodal akan merasa nyaman karena ternak dijamin oleh asuransi jika terjadi kematian atau kehilangan
PERANAN INSEMINASI BUATAN (IB) DALAM PENINGKATAN POPULASI TERNAK ," katanya. 

Sumber : Antara News

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »